Sunday, September 7, 2008

Ketentuan kredit usaha rakyat direvisi

JAKARTA: Pemerintah merevisi ketentuan kredit usaha rakyat (KUR) untuk memperluas akses pengusaha mikro dan kecil terhadap pinjaman berbasis penjaminan pemerintah ini.

Beberapa revisi tersebut, di antaranya memperlonggar batas maksimal bunga pinjaman kredit usaha rakyat dari 16% menjadi hingga 24% untuk penyaluran melalui lembaga keuangan mikro dengan skema linkage program.

Pemerintah juga memperpanjang jangka waktu pinjaman KUR tidak lagi dibatasi maksimal tiga tahun untuk membuka akses yang lebih besar terhadap kredit ini.

Di samping itu, dana penjaminan dari angka saat ini Rp1,4 triliun akan ditambah, menyusul progresivtas serapan terhadap kredit usaha rakyat tersebut.

Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan instansinya siap menambah dana penjaminan Rp1,8 miliar pada tahun ini, dan menggalang dana dari instansi yang lain.

"Mungkin nanti setiap tahun, akan ada dana APBN untuk penjaminan KUR," ujar Mennegkop seusai rapat koordinasi soal kredit usaha rakyat (KUR) di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, kemarin.

Hadir dalam kesempatan itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Dirjen IDKM Depperin Fauzi Azis, dan sejumlah pejabat bank penyalur KUR.

Menurut Suryadharma, dari rencana penyaluran kredit berbasis jaminan pemerintah sebesar Rp14,5 triliun sejak November 2007, saat ini sudah terealisasi Rp5,2 triliun.

"Kalau memang pada waktu tertentu dana [penjaminan] sebesar Rp1,45 triliun yang di Askrindo habis, pemerintah akan menambah kembali dana penjaminan itu," katanya.

Dia menyatakan penyaluran KUR ini diharapkan dapat menekan dampak negatif dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang sebentar lagi akan diumumkan pemerintah.

Selain KUR, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah lain untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan harga BBM, termasuk program BLT dan PNPM Mandiri, serta program pengembangan LKM (lembaga keuangan mikro).

Merusak pasar

Direktur Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) Dwinda Ruslan berpendapat masalah bunga kredit usaha rakyat sebaiknya diserahkan kepada mekanisme pasar.

Dia menilai kebijakan batas maksimal kredit usaha rakyat sebesar 16% berpotensi merusak pasar yang selama ini menjadi lahan lembaga keuangan mikro.

Menurut dia, penyaluran pinjaman mikro oleh koperasi, baitul mal wattanwil, dan lembaga keuangan mikro lain umumnya membebankan bunga pinjaman 1,3% - 2% per bulan.

"Kalau KUR dengan bunga 16%, rata - rata bunga per bulan di bawah 1% flat per bulan. Ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan harga pinjaman yang dipatok lembaga keuangan mikro selama ini," ujarnya kepada Bisnis.

Apabila koperasi simpan pinjam atau baitul mal wattanwil menyalurkan KUR dengan bunga maksimal 16%, sebagian anggota akan memburu dan beralih ke pinjaman ini.

Oleh karena itu, IKSP menyarankan pemerintah untuk membebaskan penetapan bunga KUR agar tidak mengganggu pasar koperasi simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro yang lain.

"Lebih baik bunga KUR bukan by policy tetapi sesuai dengan mekanisme pasar," ujar Dwinda.

Pemerintah menempatkan dana Rp1,4 triliun sebagai jaminan atas kredit usaha rakyat yang disalurkan enam bank pelaksana, yakni BRI, BNI, Bukopin, Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan BTN.

Pemerintah merintis skema penyaluran melalui lembaga keuangan mikro (linkage program), mengingat hampir semua bank tidak memiliki jaringan sampai ke peminjam mikro.

"Sejumlah bank tidak punya jaringan seperti BRI. Artinya itu perlu linkage program. Tadinya satu tingkat, sekarang dua step loan. Cost of fund naik, sehingga biaya bunga tidak lagi bisa 16%," ujar Asisten Deputi Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Akhmad Junaidi.

Sumber : Bisnis Indonesia

No comments: